Single Terbaru Leonardo Ringo 'Karena Waktu Saja Takkan Cukup'

SRM Bands

MANIFESTO BALADA LOKAL LEONARDO RINGO 

Memang, pagebluk yang sedang mengguncang sekarang masif membawa sengsara, menestapakan nyaris seluruh sendi-sendi kehidupan. Walau begitu, bak kata para tetua: selalu ada hikmah di balik masalah. Pandemi telah dengan sengit mengingatkan kita mengenai makna kekerabatan sejati, soal lingkup sosial terdekat, sosok siapa pantas disebut karib-bagai-keluarga.

Ya, senandung sepoi-sendu karya terbaru Leonardo Ringo bertajuk "Karena Waktu Saja Takkan Cukup" ini berkisah tentang sosok terdekat, support system si biduan bariton, yaitu sang istri. Bencana global Covid-19 telah membuatnya tersadar total soal seberapa suci-mulia keberadaan pasangan hidupnya. Bahwa ia tak kuasa hidup tanpanya, mereka adalah satu kesatuan, sinergi bilateral, pakta dwitunggal.

Manifesto cinta, kasih, dan sayang terhadap si perempuan support system bukan diungkap lewat rangkaian lirik mendayu menggebu. Namun justru menggunjing perkara ringan dan "tidak penting": berdua kehujanan malam-malam, minum hingga larut sampai diusir barista/bartender. Terkesan sepele. Padahal signifikan. Pijar kecil api asmara berkelip terang dan semarak, wowza, sensasinya kuat terasa di sepanjang lagu.

"Gue belum pernah rilis ballad sebagai single pertama. Apalagi ballad yang berbahasa Indonesia. Bisa dibilang gue nantang diri gue sendiri untuk keluar dari kebiasaan gue," ujar Leo menjelaskan kenapa komposisi ini cukup anomali. "Juga, ini lirik Indonesia pertama yang berlatar belakang love song yang gue tulis. Waktu bersama Impeccables Six, temanya aja udah beda, dan liriknya lebih 'bercanda' waktu itu," tambah si trubadur.

Gita teduh berwibawa ini rencananya diluncurkan pada 18 Maret, bersamaan dengan videoklipnya; menjadi semacam penyela jeda, penyemarak bulan puasa, agar tak senyap berkepanjangan sebelum album penuh dirilis.

Karena hikmah saja takkan cukup. Mesti diwujudkan lewat lagu. Ditambah puji syukur pada support system, pasifisme, dan Cohen pula Waits. RUDOLF DETHU