Album Self Titled Johnny & The Pistol Heroes

SRM Bands

Perkenalkan, sebuah band bernama Johnny & The Pistol Heroes yang pernah ada di masa lalu. Jika Pandemi ini tidak terjadi, mungkin rekaman ini tidak akan pernah muncul ke permukaan. Kualitas rekaman pun lo-fi dan begitu mentah, bagaikan rekaman Led Zeppelin dalam BBC session namun dengan piranti rekaman ala studio sederhana di Yogyakarta yang biasa digunakan juga oleh anak-anak SMA, dibiayai dengan budget anak kos-kosan, dan tentu saja kearifan lokal. Lengkap dengan empat personilnya yang begitu kurus – kecuali Gobera Gilbert sang basis yang memang tambun dari tahun 2000an – hampir terlihat seperti kurang gizi.

Sebelum terlalu jauh, Johnny & The Pistol Heroes (JTPH) adalah Irwin Ardy (@irwin_ardy) sebagai gitaris, Ahmad Oka (@wirosatan) sebagai vokalis, Ngaliyul “Ali” Wafa (@ngaliyulwafa) sebagai dramer, dan Gobera Gilbert (@donal_gober) sebagai basis.

Johnny & The Pistol Heroes (JTPH) adalah band swadaya asal Yogyakarta yang aktif pada 2006-2007, dibentuk oleh Irwin Ardy yang saat itu sedang tidak aktif bersama Bangkutaman sampai akhirnya ia pindah ke Jakarta pada 2008 untuk kemudian mulai kembali dengan Bangkutaman dan mempersiapkan album Ode Buat Kota (2010). Senjata andalan Irwin pun yang digunakan untuk album Ode Buat Kota, yaitu Fender Telecustom’72, juga digunakan di sesi-sesi rekaman bersama Johnny & The Pistol Heroes yang sedang Anda dengarkan ini.

Pada waktu itu, Irwin bisa mendanai kecil-kecilan band ini karena ia sudah mendapat pekerjaan sebagai guru Bahasa Inggris, tepat setahun setelah Irwin lulus kuliahnya. Itulah kenapa juga dalam semua foto JTPH, Irwin selalu berambut pendek potongan ala guru dengan telinga terlihat (tidak seperti pada era album EP Garage of The Soul dari Bangkutaman dirilis, yaitu 2003, yang mana potongan rambutnya masih seperti potongan indie kids asal Inggris pada tahun 80an akhir). Tapi melihat dandanan keempat personil JTPH saat itu memang sangat tidak merepresentasikan musik kerasnya yang identik dengan rambut gondrong. 

Menimbang masa aktifnya, JTPH belum sempat dikenal siapapun kecuali komunitas kecil hasil perkawanan keempat personilnya. Walaupun pernah juga sekali sepanggung di Jakarta bersama The Brandals, That’s Rockafeller, The Southern Beach Terror, dan The Strawberries pada 15 April 2007 bertempat di Colours Café dalam acara Rock Bersama Jogja. Proses kelahirannya pun begitu cepat, bahkan begitu cepatnya sampai-sampai para personil selain Irwin sebenarnya belum siap.

“Johnny & The Pistol Heroes itu adalah Psychedelic Rock dengan permainan gitar ibarat kampak maut bermata dua, mematikan, penuh amarah dan dendam, sekaligus ‘membunuh’ kawanan sendiri,” jelas Oka tentang JTPH dan materi-materi lagunya yang menurutnya tidak mudah untuk diikuti. 

Sedangkan ketika Ali ditanya apa yang ia ingat dari JTPH, begini jawabnya, “Psychedelic purba, ibarat cuma ada bambu runcing, berani berangkat perang, mungkin cuma gitaris kita yang dilengkapi AK47. Entah mentah, kasar, ganjil, atau tidak bersahabat dengan telinga modern, itulah Johnny & The Pistol Heroes.” Ali adalah orang pertama yang diajak Irwin untuk membentuk JTPH, baru kemudian diikuti oleh Gober dan Oka masuk yang terakhir. 

Sebelum Gober bergabung, JTPH sempat dibantu oleh Rachmad Triwibowo (Coffin Cadillac, The Southern Beach Terror, Sundancer) untuk mengisi bass. Sedangkan sebelum Oka, JTPH sempat dibantu oleh Alm. Bagus Wiratomo (Mortal Kombat, The Rematiks) dan Dhany Amrullah (The Rematiks) untuk posisi vokal.

“Iya kayanya dulu saya memang ingin segera bikin band yang bisa memfasilitasi hasrat bergitar segitunya. Karena tidak semua bisa dimasukkan ke Bangkutaman waktu itu. Jadi saya mencoba tidak “merusak” Bangkutaman dengan membuat Pistol Heroes. Prosesnya udah mulai saat saya dan Bangkutaman merekam Garage of The Soul (2003) sebenarnya, karena di studio Gayam 16 (Second Floor Studio) itu seperti melting-pot beragam komunitas dan band Indie Jogja pada era itu, jadi saya banyak ngobrol sama banyak orang yang ngerti sound gitar. Dan iya kalo dipikir-pikir sekarang, prosesnya terlalu cepat buat personil lain untuk mencerna materi dan maunya saya gimana sih,” jelas Irwin. 

“Waktu diajak gabung Irwin, nggak pake mikir, setuju aja. Jujur beliau salah satu gitaris idola saya. Apalagi beliau menawarkan jenis-jenis racikan nada yang menggugah selera musik saya,” Ali menambahkan.

Gober pun menambahkan memorinya tentang JTPH. “Di Second Floor studio saat itu kebetulan band saya (The Produk Gagal) lagi nongkrong di pelataran Studio itu dan tiba-tiba ikut diajak mengisi backing vocal salah satu lagu dari bandnya Irwin saat itu (Bangkutaman). Kemudian Irwin dan saya banyak ngobrol dan dia ngajak ngeband dengan konsep ini, terus beberapa hari kemudian bertemu dengan personil lainya,” kenang Gober. “Musik Johnny & The Pistol Heroes buat saya seperti bersenang-senang dengan halusinasi sih hahaha,” ia menambahkan.

“Johnny & The Pistol Heroes perlu ada waktu itu karena Jogja memang kota pendidikan. Jadi bisa saya bilang hampir semua band di jogja adalah band experimental. Dengan meledaknya arus informasi pada saat itu, semua berlomba-lomba berbeda untuk menjadi magnet. Tetapi selalu dinamis, itulah musik Jogja yang tidak ditemukan di kota lain,” Oka menambahkan. 

“Yah kalo diinget-inget, memang saya yang memulai JTPH, tapi sampai jadi produk dengan sound-nya yang sekarang kalo didengar begitu ‘purbakala’, itu ya hasil empat kepala kreatif yang sama pentingnya. Meskipun saya masuk dengan kesukaan terhadap Led Zeppelin atau Jimi Hendrix, ngga pernah ada batasan atas Ali dengan MC5-nya, Gober dengan groove-nya yang lebih ke avant-garde daripada mendekati John Paul Jones, atau Oka dengan style bernyanyi Slanker-nya. Fitur-fitur unik masing-masing individu itu sih yang bikin saya pengen memberikan apresiasi ke entitas bernama Johnny & The Pistol Heroes ini sekarang,” sambung Irwin.

Keempat personil JTPH sepakat bahwa dengan dirilisnya sesi rekaman live ini secara digital hanyalah sebagai bentuk selebrasi kecil-kecilan dari “brotherhood” mereka, bahwa mereka mempunyai pengalaman dan memori yang didokumentasikan, dan mungkin layak dibagikan ke khalayak. 

“Dulu kita semua berkumpul dengan satu energi yaitu membuat musik dan memainkannya sampai pecah. Itu aja. Belum ada kebutuhan untuk berbisnis atau branding segala. Kita semua masih belum menikah dan mungkin baru-barunya ngerasa bebas dari bangku kuliah. Nah pengalaman itu nggak bisa diulang lagi. Jadi waktu saya proses remastering untuk album self-titled ini, saya baru sadar kalo rekaman ini luar biasa juga ya. Bahwa apa yang kami lakukan dulu itu memang membawa makna tersendiri,” tutup Irwin.

Sedangkan ketika ditanya apakah mungkin terjadi reuni lagi secara live, keempat personilnya sepakat untuk merespon: “ya nanti kita lihat ombaknya aja. Reuni maen live itu berat banget hari gini tapi kita punya wacana untuk beragam gimmick sih. Tapi ya itu dia, kita lihat ombaknya dulu ya.”


Album Self-Titled dari Johnny & The Pistol Heroes tersedia diberbagai layanan streaming musik pada 20 Oktober 2020.